BENER MERIAH, GEMAPERS.COM – Menilai pernyataan Ketua DPRA Zulfadhli terkait ketidakhadiran Kapolda dan Kajati Aceh dalam paripurna sebagai pernyataan keliru, emosional, dan tidak berbasis kerangka hukum yang valid.
Secara normatif, tidak ada satu pun regulasi—baik UUPA, UU Kepolisian, maupun Tata Tertib DPRD—yang mewajibkan Kapolda atau Kajati hadir dalam setiap sidang paripurna. Kehadiran mereka bersifat undangan protokoler, bukan kewajiban institusional. Karena itu, menuding ketidakhadiran mereka seolah pelanggaran adalah argumentasi yang tidak berdasar.
Menyampaikan teguran terbuka di forum paripurna terhadap institusi penegak hukum merupakan tindakan tidak etis, tidak produktif, dan mencerminkan kedangkalan pemahaman tata kelola pemerintahan. Pernyataan bahwa “kehadiran Gubernur mewajibkan Kapolda dan Kajati hadir” adalah interpretasi konyol secara hukum dan justru berpotensi menimbulkan gesekan antar-Forkopimda.
HMI menegaskan bahwa ketenangan hubungan lintas lembaga jauh lebih penting dari retorika politik yang menyesatkan. DPRA seharusnya menjaga kualitas komunikasi negara, bukan menciptakan persepsi yang memecah koordinasi birokrasi.
Kami meminta DPRA untuk mengoreksi ucapan tersebut, menghentikan penggunaan forum paripurna sebagai alat tekanan, dan kembali pada prinsip legalitas, profesionalisme, dan etik. (RIL)









































