Oleh : Fathan Muhammad Taufiq
Didahului dengan “tanda alam” berupa kondisi cuaca ekstrem, yaitu suhu udara yang turun drastis dan curah hujan yang terjadi nyaris sepanjang waktu, fenomena alam berupa hujan es kembali terjadi di wilayah Aceh Tengah, dalam dua hari terakhir ini. Wilayah yang dilanda hujan es ini adalah beberapa kampung di kecamatan Atu Lintang dan kampung Panangan Mata di kecamatan Pegasing.
Nyaris tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, tiba-tiba saja masyarakat dikejutkan turunnya butiran es dengan ukuran lumayan besar dalam jumlah sangat banyak menimpa rumah, pekarangan dan kebun mereka. Wilayah Atu Lintang, Sabtu (26/4/2025) kemarin, seperti dijatuhi ribuan batu kerikil berwarna putih dari langit dengan suara gemeretak mengemuruh yang membuat warga panik luar biasa. Rumah-rumah dengan atap seng yang sudah agak tua, bahkan jebol tidak mampu menahan ‘serbuan’ ribuan butiran es berukuran rata-rata sebesar kelereng itu, bahkan ada yang berukuran lebih besar. Dampak yang sama juga menimpa lahan pertanian masyarakat, baik berupa kebun kopi maupun lahan tanaman muda. Beberapa areal lahan, mengalami kerusakan yang cukup parah akibat “serbuan” hujan es ini.
Kejadian itu sebenarnya bukanlah yang pertama terjadi di daerah dengan ketinggian lebih dari 1.600 mdpl ini. Pada tahun 2015, 2019 dan 2023, wilayah Jagong Jeget yang merupakan tetangga kecamatan Atu Lintang juga pernah mengalami kejadian serupa. Di kecamatan Atu Lintang sendiri, kejadian serupa juga pernah terjadi pada tahun 2014 yang lalu, namun kejadian dua hari lalu terhitung lebih dahsyat dari kejadian sebelumnya.
Selain cakupan wilayahnya lebih luas dan butiran es yang lebih besar, hujan es yang terjadi kemarin juga telah berdampak kerusakan pada puluhan hektar lahan pertanian di wilayah ini. Puluhan rumah warga juga rusak, terutama pada bagian atap yang terbuat dari seng. Hal ini yang membuat warga setempat trauma.
Tidak berhenti di wilayah Atu Lintang, fenomena hujan es juga merambah kampung Panangan Mata di kecamatan Pegasing, yang masih merupakan deretan pegunungan yang menyatu dengan wilayah Atu Lintang. Di kampung ini, hujan es juga merusak lahan pertanian milik masyarakat.
Beberapa jenis tanaman seperti cabe, tomat, bawang merah, bawang putih langsung menampakkan kerusakan pasca terjadinya hujan es tersebut. Begitu juga tanaman tahunan seperti kopi juga mengalami kerusakan terutama pada bagian daun yang terlihat seperti hangus terbakar.
Kenapa hujan es bisa terjadi?
Hujan terjadi akibat adnya perubahan uap air yang terkandung dalam awan menjadi titik-titik air, proses ini disebut presipitasi. Dalam kondisi normal, gumpalan awan akan berubah menjadi titik-titik air hujan, namun dalam kondisi tertentu, presifitasi bisa berlangsung secara “tidak normal”, dimana gumpalan awan yang berisi uap air tidak terururai dengan sempurna sehingga ketika turun masih berupa butiran-butiran menyeruapai kristal, hal tersebut bisa terjadi jika suhu udara turus drastic secara tiba-tiba.
Karena berbentuk Kristal, maka kecepatannya turun sampai ke permukaan tanah pun menjadi lebih tinggi, untuk butiran es dengan dengan diameter 1 cm, memiliki kecepatan 34 km/jam dan untuk butiran Kristal dengan ukuran yang lebih besar diameternya, misalnya 5 cm atau lebih, kecepatannya bisa mencapai 240 km/jam. Butiran atau bongkahan kecil es tersebut yang kemudian berdampak terhadap kerusakan rumah, kendaraan dan tanaman di lahan pertanian.
Hujan es juga bisa terjadi pada daerah yang terbentuk awan Comulonimbus dalam jumlah banyak. Awan jenis ini karena bentuk dan sifatnya yang padat, seringkali menyebabkan proses presifitasi berjalan dengan tidak sempurna, sehingga ketika uap air yang berada dalam awan tersebut turun sebagai hujan, sebagian masih berbentuk butiran-butiran Kristal. Terbentuknya awan Comulonimbus cenderung terjadi pada masa pancaroba yaitu peralihan dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya, karena pada masa tersebut kondisi cuaca isa berubah secara cepat dan tiba-tiba.
Dampak Hujan Es Terhadap Lahan Pertanian.
Dampak terbesar dari turunnya hujan es di suatu daerah adalah terjadap tanaman pada lahan pertanian, hujan yang turun dalam bentuk butiran-butiran kristal, secara fisik dapat langsung merusak semua bagian tanaman seperti daun, ranting, cabang dan batang.
Selain itu hujan es juga bersifat sangat asam sehingga dapat “meracuni” tanaman yang terkena hujan es tersebut, tanaman bisa “hangus” akibat sifat keasaman hujan es itu. Jika hujan es tersebut turun pada cakupan wilayah yang kecil dan terbatas serta durasi waktunya pendek, dampaknya masih diminimalisir dengan menyemprotkan air bersih pada tanaman yang terkena hujan es.
Tapi jika cakupan curah hujan es itu meliputi wilayah yang cukup luas seperti yang terjadi di Papua, sudah dapat dipastikan semua tanaman akan hancur dan satu-satunya jalan untuk menanganinya adalah dengan melakukan rehalibilitasi tanaman secara total, dan itu membutuhkan waktu yang panjang apabila terjadi pada tanaman tahunan seperti kopi.
Begitu juga jiga “hantaman” hujan es tersebut “menyapu” lahan pertanian tanaman pangan, sangat berpeluang terjadinya gagal panen atau puso yang tentu berdampak pada kerawanan pangan di daerah tersebut, hal inilah yang terjadi di Puncak Jayawijaya pada pertengahan bulan Juli 2015 yang lalu. Selain bisa merusak lahan pertanian, hujan es juga dapat meyebabkan kerukan pada rumah, kendaraan dan infrastruktur lainnya.
Meski cakupan wilayahnya masih termasuk kecil dan durasi waktunya relatif pendek, namun kita semua harus tetap memawasdainya, karena kondisi cuaca yang berubah-ubah sampai saat ini masih terjadi di Dataran Tinggi Gayo ini.
Suhu udara serta arah dan kecepatan angin yang sewaktu-waktu berubah-ubah secara tiba-tiba, bisa berpeluang terjadinya kembali hujan es di daerah ini. Analisis cuaca BMKG menyebutkan pada bulan April dan Mei 2025 menunjukan bahwa di wilayah tengah Aceh, kemungkinan terbentuknya awan Comulonimbus cukup besar. Kerusakan hutan dan lingkungan di daerah ini ditengarai sebagai salah satu penyebab terbentuknya awan Comulonimbus yang di dunia penerbangan merupakan “momok” yang sangat ditakuti.
Sebagai umat beragama Islam, tentu kita hanya bisa bertawakkal dan berserah diri kepada Allah SWT, semoga kita terhindar dari semua bencana. Tentu saja rasa tawakkal kita juga harus diiringi perubahan sikap dan perilaku kita terhadap lingkungan kita, menjaga kebersihan lingkungan dan menanam pohon-pohon pada lahan kritis adalah tindakan bijak untuk mengembalikan fungsi lingkungan kita. Disamping itu mencegah perambahan hutan dan kerusakan lingkungan, adalah upaya riil untuk menjauhkan kita dari berbagai bencana.