BANDA ACEH, GEMAPERS.COM– Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gema Bangsa memberikan apresiasi penuh kepada H. Ir. Hamdani Hamid, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Gema Bangsa Aceh, atas dedikasi dan kerja kerasnya yang berhasil menuntaskan pembentukan kepengurusan di seluruh 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh.
Pencapaian ini disebut sebagai salah satu keberhasilan politik paling progresif di tubuh Partai Gema Bangsa dalam kurun waktu dua tahun terakhir, yang menunjukkan kekuatan manajerial dan konsolidasi yang matang di bawah kepemimpinan Hamdani Hamid.
“Kerja-kerja konsolidatif yang dilakukan oleh Ketua DPW Aceh, H. Ir. Hamdani Hamid, bukan hanya soal pembentukan struktur formal, tapi soal membangun fondasi ideologis partai yang berakar di masyarakat Aceh,” ujar Sekretaris Jenderal DPW Partai Gema Bangsa Aceh, Zul Bahri, ST, Selasa (04/11/2025).
Zul Bahri menegaskan bahwa keberhasilan tersebut merupakan hasil dari kolaborasi dan komunikasi politik yang solid antara pengurus wilayah dan daerah.
Menurutnya, Gema Bangsa di Aceh berhasil menanamkan semangat kemandirian politik dengan memperkuat nilai-nilai desentralisasi, sebagaimana semangat yang terkandung dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
“Kami di Aceh memaknai desentralisasi bukan sekadar pelimpahan wewenang administratif. Tapi sebagai ruang perjuangan untuk memastikan aspirasi dan kearifan lokal tetap hidup di tengah arus politik nasional,” lanjut Zul Bahri.
Capaian 100% kepengurusan ini menegaskan posisi Gema Bangsa sebagai partai yang tumbuh dari semangat otonomi substantif—bukan sekadar formalitas struktur.
Langkah ini dipandang sebagai strategi politik cerdas untuk memperkuat posisi partai di daerah dengan menekankan politik partisipatif, di mana masyarakat menjadi bagian aktif dari agenda pembangunan dan kebijakan lokal.
Hamdani Hamid sendiri dikenal sebagai sosok yang moderat, tegas, namun diplomatis. Ia kerap menegaskan bahwa Gema Bangsa Aceh hadir bukan untuk memperbanyak partai, melainkan untuk memperbanyak solusi.
“Partai harus menjadi ruang ide, bukan sekadar mesin elektoral. Politik harus hadir untuk menjawab keresahan rakyat, bukan mempertebal sekat,” ujar Hamdani dalam salah satu rapat konsolidasi di Banda Aceh pekan lalu.
Dalam konteks Aceh, desentralisasi bukan isu administratif, melainkan basis ideologis perjuangan daerah.
MoU Helsinki tahun 2005 dan UUPA menjadi landasan konstitusional yang menegaskan keistimewaan Aceh dalam tata kelola pemerintahan.
Partai Gema Bangsa memaknai semangat itu sebagai wujud politik kemandirian dan penghormatan terhadap perbedaan, selaras dengan cita-cita bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hamdani Hamid, dengan latar belakang teknokrat dan aktivis sosial, disebut berhasil menerjemahkan nilai desentralisasi ini ke dalam gerak politik partai.
Ia menata Gema Bangsa Aceh bukan hanya sebagai organisasi politik, tapi juga wadah gerakan sosial-ekonomi yang memprioritaskan pemberdayaan masyarakat akar rumput.
“Gema Bangsa berdiri di atas prinsip bahwa setiap kebijakan harus berakar dari kearifan lokal dan berpihak pada rakyat kecil,” tambah Zul Bahri.
Secara politis, keberhasilan membentuk struktur lengkap di seluruh Aceh memberi sinyal bahwa Gema Bangsa siap menjadi pemain strategis dalam kontestasi politik mendatang. Bukan hanya di level provinsi, tapi juga pada peta politik nasional 2029.
Para pengamat menilai, dengan positioning yang jelas—pro-desentralisasi dan pro-kemandirian daerah—Gema Bangsa berpotensi menjadi mitra ideologis bagi partai-partai nasional yang ingin memperkuat integrasi kebijakan daerah tanpa menafikan otonomi.
Citra partai yang bersih dan berbasis gerakan sosial juga menjadi nilai tambah di tengah kejenuhan publik terhadap politik transaksional.
Pujian DPP kepada H. Ir. Hamdani Hamid bukan sekadar seremoni politik. Ini adalah simbol kepercayaan dan validasi atas kinerja nyata dan ideologis yang relevan dengan konteks Aceh hari ini: daerah yang terus berjuang menjaga keseimbangan antara otonomi, keadilan, dan kemajuan.
Keberhasilan Gema Bangsa Aceh di bawah kepemimpinan Hamdani Hamid menjadi bukti bahwa politik yang berakar, berideologi, dan berorientasi pada rakyat masih mungkin tumbuh subur di tengah pragmatisme politik modern. (ril)








































