BENER MERIAH, GEMAPERS.COM – Fenomena kekerasan dan bullying yang terjadi di kalangan anak-anak usia dini menjadi perhatian serius berbagai pihak. Pakar pendidikan dan psikologi anak menegaskan bahwa upaya pencegahan tidak bisa hanya dibebankan kepada sekolah, melainkan harus melibatkan peran aktif dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus bullying di jenjang pendidikan dasar terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Ironisnya, banyak anak belum memahami bahwa perilaku merundung dapat melukai secara psikologis maupun fisik.
“Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar di sekitarnya. Oleh karena itu, keluarga menjadi benteng pertama dalam membentuk karakter dan empati anak,” ujar Psikolog Anak, dalam wawancaranya bersama kami (28/5).
Guru juga memiliki peran krusial dalam membangun budaya anti-kekerasan di lingkungan sekolah. Pendidikan karakter, empati, dan komunikasi non-kekerasan harus ditanamkan sejak dini melalui kurikulum dan pendekatan yang ramah anak.
“Pembelajaran bukan hanya soal akademik. Kita harus memberikan ruang aman bagi siswa untuk belajar berinteraksi secara sehat dan saling menghargai,” ujar salah seorang guru di Simpang Tiga yang aktif mengkampanyekan sekolah ramah anak.
Selain keluarga dan sekolah, masyarakat juga turut andil dalam membentuk ekosistem yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Lingkungan yang suportif, bebas dari stigma dan diskriminasi, akan membantu anak merasa dihargai dan diterima.
Dengan kolaborasi antara guru, keluarga, dan masyarakat, upaya pencegahan kekerasan dan bullying bisa berjalan lebih efektif. Edukasi secara berkelanjutan, keterbukaan komunikasi, dan keteladanan menjadi kunci menciptakan generasi yang sehat secara emosional dan sosial. (Putra)